Minggu, 25 Maret 2012

GRUNGE FOR ME



GRUNGE FOR ME

Perkenalan saya pada musik grunge  di tahun 1991 saat masih SMU karena denger di radio dan nonton di televisi video klip Smell Like Teen Spirit dari Nirvana yang membuat saya pada saat itu harus nabung uang jajan dulu buat beli kaset, tidak lama setelah itu memaksakan diri ke sebuah toko kaset di Aldiron (sekarang jadi Blok M Quare) kawasan Blok M untuk membeli kaset album Nevermind dari Nirvana, saat itu CD masih belum banyak dan hanya mampu beli kaset, ternyata daya upaya untuk beli kaset tersebut tidak sia-sia karena hampir semua track list lagu pada album tersebut enak.

Dikarenakan saat itu belum muncul teknologi internet, maka informasi tentang Nirvana dan grunge hanya bisa saya dapatkan melalui membeli majalah remaja lokal (Hai) terkenal saat itu yang pasti harganya jauh lebih murah daripada harga majalah musik import yang hanya bisa saya dapatkan di toko buku Rubino di Melawai Plaza - Blok M.

Saya saat itu masih menyenangi musik hard rock dan metal sejak SMP yang saya nilai keras dan gagah, sempet heran juga dengan musik grunge yang dimainkan Nirvana secara sederhana, hanya mengandalkan chord gitar 3 jurus dengan sound yang ala kadarnya mengingatkan saya pada musik Garage Rock yang sempat terkenal di tahun 60-an dan musik Punk di akhir tahun 70-an dan awal 80-an. Sirkulasi perputaran jenis musik selama per-dekade ternyata terulang kembali di tahun 90-an yang membuat saya merasa beruntung mengalami secara langsung fenomena tersebut. Walaupun dengan adanya gelombang Grunge dan Alternative yang dimanjakan MTV dengan program Alternative Nation sempat mengubur musik Glam rock, Hard Rock, Heavy Metal, Thrash Metal yang saat itu tengah menjadi raja di program Headbanger Ball.


Begitu pula dengan perubahan fashion yang sempat saya alami dengan mulai memakai celana jeans lusuh robek, baju flanel, sepatu converse dan docmart, mulai memanjangkan rambut setamat SMU di tahun 92. Pada saat awal kuliah saudara saya yang kebetulan bermukim di Amerika Serikat membawa pulang oleh-oleh kaset album Ten dari Pearl Jam di tahun 92 yang membuat saya menjadi lebih menyukai lagi musik Grunge. Secara kebetulan saya juga bergaul dengan band Londos dari kawan kampus saya yang sempat terkenal spesialisasi membawakan lagu-lagu Pearl Jam saat itu disekitar tahun 92 - 93.

Ditambah lagi dengan setelah sewa laser disc film Singles yang seting lokasinya di kota Seattle dengan latar belakang aktor Matt Dillon di film tersebut sebagai vokalis band fiksi Citizen Dick dengan personil para personil Pearl Jam sebagai kameo yaitu gitaris Stone Gossard, bassis Jeff Ament, dan vokalis Eddie Vedder yang berperan sebagai drummer. Selain itu film tersebut turut didukung pula oleh Chris Cornell vokalis dari Soundgarden, Tad Dolye vokalis dari Tad dan Hog Molly, serta penampilan live konser Alice In Chains dengan hit single Would. Tentu tidaklah lengkap kalau saya juga tidak membeli kaset soundtrack film The Singles dengan sangat menyukai lagu Nearly Lost You dari Screaming Trees selain lagu-lagu dari Mother Love Bone, Mudhoney, Soundgarden, Alice In Chains, Pearl Jam, dll

Kemudian pelan-pelan saya juga mengumpulkan album kaset / CD serta DVD dari band-band grunge asal Seattle yang lebih dikenal sebagai Seattle Sound seperti dari Temple of The Dog, Mother Love Bone, Mudhoney, Nirvana, Pearl Jam, Soundgarden, Alice In Chains, Mad Season, dll , serta band grunge di luar kota Seattle seperti Stone Temple Pilots, Hole, L7, Babes In Toyland, dll . Sayangnya sebagian besar dari koleksi saya dulu telah sempat menjadi korban banjir besar tahunan waktu itu dan sebagian lainya sudah berpindah tangan ke pasar loak.

Pada saat saya mendapatkan kesempatan melanjutkan kuliah di Kuala Lumpur, Malaysia saya berkesempatan menyaksikan konser Pearl Jam dengan band pendukung Mudhoney di Singapore Indoor Stadium. Konser tersebut bertepatan dengan hari raya Idul Fitri 3 Maret 1995 dengan memesan sebulan sebelumnya hanya kebagian tiket kelas 2 seharga $ 80 Singapore
Kenangan saya menyaksikan konser ini seorang diri dan dikarenakan mendapatkan posisi di tribun yang letaknya lumayan jauh ke panggung dengan menggunakan nomer bangku seperti di bioskop, setelah lampu mulai diredupkan dengan dimulai dari Mudhoney, sejumlah penonton termasuk saya ikutan loncat merangsek kebawah area festival serta perlahan-lahan saya mulai mencari cara untuk lebih maju ke mendekati depan panggung, sampai saat Pearl Jam mulai yang saat itu dengan drummer Jack Iron mantan Red Hot Chili Peppers. Sayangnya konser tersebut sempat berhenti sejenak dikarenakan vokalis Eddie Vedder protes keras dengan insiden pihak keamanan konser setempat didepan panggung memukuli sejumlah penonton yang sedang "crowd surfing". Selain hal tersebut konser tersebut sangat memuaskan karena Pearl Jam membawakan Go, Event Flow, Why Go, Jeremy, Daughter, Alive, Dissident, Not for You, dll



Terus terang saya mengikuti Pearl Jam hanya dengan menyenangi album Ten tahun 91 dan Vs tahun 93 karena menurut saya album tersebut masih penuh dengan energi musik grunge yang kental dibandingkan dengan album Vitalogy tahun 94 yang menurut saya sudah mulai bereksperimen yang membuat Pearl Jam mulai bingung mau membawa musikalitas mereka kemana dan membuat lagu-lagunya mulai tidak enak menurut saya. Apalagi di album-album berikutnya yang mulai banyak diwarnai musik folk ballad. Maaf dengan keterus terangan saya masalah selera musik yang tidak bisa dipaksakan, karena saya sudah terbiasa dengan kondisi bukan sebagai seorang poser.

Pertemuan saya dengan rekan-rekan member PJID dan EO Rokcapalooza disaat mulai bekerja di sebagai Music Director di radio SK serta penyiar tamu di program musik rock Rockaholic di radio Ramaco dan Rock Weekend Kis FM Jakarta, selanjutnya dengan menghadiri sejumlah event, pameran, gathering, nonton  bareng, buka puasa bersama dll yang diselenggarakan dan sempat bekerjasama membuat event komunitas grunge pada saat saya sempat ikut membangun kembali komunitas The Black Hole ketika saya berkerja di Prost Beer House Kemang, dan juga mengikuti perkembangan rekan-rekan musisi lokal seperti Toilet Sound, Plastik, Cupumanik, Alien Sick, Navicula, Respito, Besok Bubar, Konspirasi, Stigmata, Perfect Ten, The Northside, Revenge The Painfull, Sonic Death, The Bolong, dll

Add caption
Terakhir saya sempat mendapatkan kepercayaan sebagai nara sumber di program Jakmusik di Jak TV pada episode Grunge Revival di tahun 2011 yang lalu menemani host Jimi Multhazam dengan penampilan dari Cupumanik, Alien Sick dan Besok Bubar. Salut dengan media yang mendukung musisi lokal dengan musik indie yang tidak mainstream. Sebaiknya program seperti ini diperbanyak untuk memajukan musisi serta mencerdaskan selera musik masyarakat Indonesia









Sabtu, 24 April 2010

Apakah Indonesia adalah negara musik indie dan underground ?

Apakah Indonesia adalah negara musik Indie & underground ?

Pertanyaan ini selalu menjadikan saya untuk mencari jawabannya dari diri
saya sendiri
maupun dari rekan-rekan pekerja musik indie dan underground,
pengamat musik, produser musik,
wartawan musik, music director radio, pekerja musik, pemerintah, maupun warga masyarakat Indonesia pada umumnya.

Saya sangat memerlukan bantuan opini anda mengenai hal tersebut untuk dijadikan masukan dan wacana penulisan saya tentang hal ini.

Silahkan tulis wacana anda pada blog ini apa adanya dan secara terbuka.

Terima kasih saya ucapkan atas perhatian serta dukungannya.